Tampilkan postingan dengan label Matematika. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Matematika. Tampilkan semua postingan

Cara Agar Matematika Tak Memusingkan Anak

 http://assets.kompas.com/data/photo/2009/10/12/2021535p.jpg
SUPERIOR QUANTUM - Mengubah stigma bahwa mata pelajaran Sains dan Matematika sebagai mata pelajaran yang rumit, menakutkan dan membosankan, nampaknya sudah harus dilakukan para guru, orangtua, bahkan siswa yang menjalaninya. Terutama para siswa/i SD yang masih muda, jika masih ada matematika dan sains yang dianggap menyulitkan, maka hindarkanlah.

Hal tersebut diungkapkan Presiden Asian Science and Mathematics Olympiad for Primary School (ASMOPS) Ali Godjali, yang menurutnya kedua mata pelajaran tersebut dapat dibuat menjadi lebih menarik dan menyenangkan bagi anak-anak hanya bila disampaikan dengan metode Gasing.

"Metode pembelajaran GASING yaitu gampang, asik dan menyenangakan, merupakan metode belajar matematika atau sains dengan cara yang lebih sederhana, dengan pendekatan logika dan hampir tanpa rumus, jadi tidak akan membuat siswa pusing atau benci terhadap matematika atau sains," katanya kepada Kompas.com di sela-sela memantau ASMOPS 2012 di Hotel Grand Zuri, BSD City, Tangerang, Rabu (7/11/2012).

Dosen matematika Surya Institute, Tangerang ini menjelaskan, untuk menangani materi matematika bagi siswa SD, yang paling terpenting adalah penguasaan berhitung dulu. Pembelajarannya lebih banyak menggunakan peragaan.

"Untuk siswa kelas 1-3, kita dapat belajar matematika dengan bantuan alat peraga, kita dapat menggunakan tangan dan alat-alat bergerak untuk menghitung. Yang penting aktif bergerak dan berhitung,"ucap lulusan Mathematics, Barkeley University, America ini.

Ali mencotohkan beberapa metode pembelajaran matematika dapat juga dengan bantuan lain seperti musik dan komputer.

"Dengan nyanyian siswa bisa untuk menghafal perkalian misalnya, atau dengan menggunakan software program games di komputer. Dimana pada games tersebut, misalnya games tembak-tembakan, ada permainan berhitungnya, seperti 1+2 sama dengan berapa? Nah yang harus ditembak adalah angka 3 di permainan itu,"ulasnya lagi.

Adapun untuk pendidikan sains, trainer Gasing Surya Institute Yuni Widyatuti menjelaskan, konsep sains konsep yang benar akan lebih menekankan pada logika dibandingkan dengan menggunakan rumus-rumus turunan.

"Biarkan mereka (anak-anak) yang menemukan sendiri, sampai mereka berkata 'Aha' sendiri dengan ekplorasinya sendiri," tutur Yuni di tempat yang sama.

Yuni menuturkan, sebelum memulai pelajaran, ia menyarankan para guru untuk menyenangi dulu materi pelajaran yang akan disampaikan pada siswa.

"Kita harus meyakinkan, sama-sama senang dulu, kalau ada hands on atau experience, maka matangkan dulu. Jadi ketika melakukan percobaan di depan kelas, maka anak-anak tertarik dan yakin apalagi kalau pembukaan pelajarannya asyik," katanya.

Ia menambahkan, selama ini metode pembelajaran dari guru ke siswa belum benar-benar membuat anak-anak senang dengan sains, akhirnya mereka tidak memahami konsep pengetahuan alam.

"Mereka bukan anak bodoh, anak itu cuma tidak dapat kesempatan guru yang kompeten dengan metoda yang efektif," ujarnya.

Yuni mencontohkan, bila ingin membuat daya tarik dalam belajar sains, guru atau orangtua di rumah bisa melakukan seperti salah satu yang dicontohkannya.

"Contoh yang spontan, soal Gangnam Style. Saat memasuki ruang kelas, coba buat suasana di kelas berbau gangnam. Nyalakan musiknya lalu tarikan gayanya. Hait, maka anak-anak bakal ikut gerakan kita. Setelah itu, kita ingatkan bahwa kita sedang belajar rangka. Anak-anak tulang apa saja yang bergerak kalau kita joget Gangnam? Dari sana kita perkenalkan pelajaran rangka," tuturnya.

Ia menegaskan, bahwa sains itu ada di sekeliling kita, jadi pelajaran sains bisa disampaikan secara spontan kepada anak-anak.

Menjaga rasa penasaran anak
Menjaga ketertarikan anak soal matematika atau sains, orangtua di rumah tidak lantas cuek dan membiarkan anaknya belajar sendiroi di rumah, Justru orangtua juga harus memiliki perannya.

Direktur Eksekutif Surya Institute Srisetiowati Seiful mengatakan, tidak cukup siswa belajar apa yang sudah dipelajarinya di sekolah, dari buku dan percobaan, tetapi juga saat anak belajar di rumah oranhtua harus siap mengikutinya.

"Metode Gasing bisa melibatkan anak dan orangtua. Saat anak sedang dalam curiosity-nya, rasa penasarannya, dan banyak bertanya dengaan orangtua mereka, maka jangan menghentikan pertanyaan anak. Upayakan menjawan sebisa mungkin, kakau pun menghindar jangan sekali kali mengatakan shut up, atau sudah jangan banyak tanya, tapi alihkan dengan, oke ibu harus masak dulu atau yang lainnya," ujar Sri saat berbincang dengan kompas.com di sela acara ASMOPS.

"Menjaga ketertarian anak soal pelajaran, tidak hanya sains dan matematika saja, tapi belajar dalam kehidupan dan belajar karakter, maka saya sarankan kebiasaan membacakan buku anak sebelum tidur dilakukan lagi, apalagi buku yang dalam dua bahasa, maka kemampuan anak akan lebih terasah dan peka terhadap kehidupan sehari-harinya," tambahnya.(kompas.com)

Matematika Bukan Satu-satunya Parameter Kecerdasan

http://assets.kompas.com/data/photo/2012/02/09/1038567620X310.jpg
SUPERIOR QUANTUM - Kecerdasan anak tak bisa disamaratakan. Pada dasarnya, anak-anak memiliki kecerdasan yang unik sebagai cerminan dari minat dan bakatnya.

Pemerhati pendidikan anak Seto Mulyadi mengatakan, seringkali orangtua mengukur kecerdasan anak melalui mata pelajaran tertentu, misalnya anak yang kuat di mata pelajaran matematika dianggap cerdas, dan sebaliknya, stigma kurang cerdas kerap disematkan pada anak-anak yang rendah nilai matematikanya.

"Seolah-olah cerdas matematika di atas segalanya, padahal anak-anak memiliki kecerdasan di sisi lain. Sebagai musisi, pelukis, orator, atau apapun yang menjadi minat dan bakatnya," kata pria yang akrab disapa Kak Seto dalam sebuah seminar bertajuk "Menyikapi Kekerasan Pada Anak Usia Dini" yang digelar Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), di Ciputat, Jakarta Selatan, Sabtu (1/9/2012).

Cara belajar setiap anak, kata dia, juga berbeda-beda. Hal itu dipengaruhi oleh kemampuan setiap anak menyerap materi ajar yang disampaikan. Beberapa anak bisa belajar dengan "anteng", sedangkan lainnya bukan tak mungkin memerlukan suasana yang berbeda.

"Ada juga yang karena bergerak anak itu menjadi cerdas. Itulah kenapa banyak lahir sekolah alam," ujarnya.

Kak Seto menegaskan, memaksa anak untuk menguasai satu mata pelajaran atau bidang tertentu merupakan bentuk lain dalam kekerasan kepada anak. Sayangnya, masih banyak guru atau orangtua yang tidak menyadari hal tersebut.

"Memaksa anak yang cerdas bernyanyi untuk cerdas Matematika adalah kekerasan yang tidak kita sadari. Semua anak pada dasarnya cerdas. Menjadi sayang saat tak dihargai dan tak akan bisa cemerlang," tandasnya.(kompas.com)

Cara Mengukur Panjang Keliling Bumi

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjV1DR5q3Gs6Qs6nZ3lbLV3nd_QaP4rsR-7fEwKRB6Ihs1Piojql20NZRYhkx91VrNvZIIByx9hxxdK4x5U7vnPNF9TMa_GH7TBGzXQ4a2Gocgvg1mJTZ8wK-3nOIRb8QQ4ic06bOc-TQi7/s320/metode+erasthotenes.jpg
SUPERIOR QUANTUM - Dalam satu tahun sekali pada tanggal tertentu saat matahari tepat di atas kepala (Summer Solstice) yaitu tanggal 21 Juni semua dasar sumur di Shina, sekarang Aswan di pinggiran sungai Nil ( kota B dalam gambar ) terkena cahaya matahari, artinya matahari benar-benar tegak lurus.
  • Di tempat lain yaitu di Alexandria (kota A dalam gambar) , pada tanggal yang sama justru yang dia lihat tugu-tugu membentuk bayangan karena sinar matahari
  • Dari kejadian tersebut Eratosthenes percaya bahwa bumi berbentuk bulat.
  • Dan beranggapan bahwa kota Alexandria dan dan Shina berada pada meridian yang sama.
  • Dia menganggap bahwa jarak antara Alexandria dan Shina adalah 5.000 stadia atau lebih kurang 800 kilo meter, sebab jarak tempuh tersebut sama dengan 50 hari perjalanan kereta dengan kecepatan 100 stadia per hari. Stadia atau stadium adalah ukuran panjang arena olah raga yang dipakai masyarakat Yunani waktu itu ( 1 stadia = lebih kurang 185 meter ).
Eratosthenes juga mengemukakan dalil bahwa cahaya matahari yang mencapai bumi berjalan paralel, hal ini sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan kini. Akhirnya, pada hari itu menurut perhitungan dia panjang sudut bayangan tugu di Alexandria (sudut n) adalah sama dengan sudut antara kota Alexandria dan Shina terhadap pusat bumi sebesar 1 per 50 sudut keliling bumi (lebih kurang 7o 12') sehingga diperoleh angka keliling bumi : 50 x 5.000 = 250.000 stadia. Dengan mengkonfersikan 1 stadia akhirnya diperoleh keliling bumi sebesar 46.300 km sebuah angka yang termasuk luar biasa karena hanya berselisih sedikit (sekitar 15%) dibandingkan menurut perhitungan modern yaitu :
-Jarak Alexandria - Shina adalah 729 km bukan 800 km.
-Jarak Alexandria dan Shina tidak terletak se garis meridian ( beda langitude 30 )
-Shina tidak terletak di Titik Balik Utara namun 55 km lebih ke arah Utara.
-Sudut angular kedua kota bukan 7o 12' melainkan 7o 5'.

Metode pengukuran panjang keliling bumi yang telah dilakukan oleh Erathostenes merupakan langkah yang sangat spektakuler dan luar biasa sebab itu terjadi pada 2200 tahun yang lalu.

Teka Teki "3n+1" Mungkin Terpecahkan

http://stat.k.kidsklik.com/data/photo/2011/06/08/1140145p.png
SUPERIOR QUANTUM - Teka teki matematika yang belum ditemukan jawabannya selama 74 tahun sebentar lagi mungkin akan terpecahkan. Adalah matematikawan dari Universitas Hamburg, Gerhard Opfer, yang mengklaim telah menemukan solusinya.

Teka teki matematika itu yang bernama Collatz Conjecture atau "3n+1" itu diajukan oleh Lothar Collatz pada tahun 1937. Teka teki itu melibatkan operasi bilangan bulat yang dilambangkan "n". Singkatnya, ada dua syarat yang berlaku dalam Collatz Conjecture. Jika bilangan bulat (n) adalah bilangan genap, maka dibagi dua (n/2) dan jika ganjil maka dikalikan 3 kemudian ditambah 1 (3n+1).

Nah, dalam Collatz Conjecture diungkapkan, jika operasi terus dilakukan berulang kali, berapa pun angka yang dipilih untuk memulainya akan selalu didapatkan angka 1 sebagai hasilnya. Verifikasi telah dilakukan hingga angka 5,76 x 10 (18). Namun, tanpa pembuktian matematis yang tepat, selalu ada kemungkinan bahwa angka yang sangat besar akan melenceng dari "hukum" ini. Pembuktian matematis inilah yang telah dimiliki oleh Opfer. Ia menuliskannya dalam paper yang kini telah masuk ke jurnal Mathematics of Computation untuk ditinjau ulang sebab bisa saja pembuktiannya tak tepat.

Nah, apakah puzzle matematika ini nantinya akan benar-benar terselesaikan? Kita tunggu saja. Sementara menunggu, mungkin Anda bisa mencoba mengoperasikan angka berdasarkan Collatz Conjecture.

Coba ambil angka 6. Karena 6 genap, maka dibagi 2, hasilnya 3. Nah, 3 adalah bilangan ganjil, maka dikali 3 dan ditambah 1, hasilnya 10. Lalu, 10 dibagi 2 karena bilangan genap, hasilnya 5. Kemudian, 5 dikali 3 dan ditambah 1, hasilnya 16. Angka 16 dibagi 2, hasilnya 8. Kemudian 8 dibagi 2 hasilnya 4 dan 4 dibagi 2 lagi hasilnya 2. Angka 2 adalah bilangan genap, maka dibagi 2 lagi dan hasilnya 1. Nah, jika diurutkan, maka deretannya adalah 6, 3, 10, 5, 16, 8, 4, 2, 1. Untuk angka 6, berarti terbukti kebenarannya. Anda bisa mencobanya dengan mengambil angka lain. Mau lebih menantang, ambil angka yang besar.

6 Kesalahan Siswa Dalam Mengerjakan Soal Matematika

http://kursus-privat.com/wp-content/uploads/2009/03/matematika-300x202.jpg
SUPERIOR QUANTUM - Belajar matematika tidak sama dengan belajar pelajaran sejarah, metode menghafal tidak cukup karena matemtika bukanlah ilmu hafalan.

Jika anda ingin berhasil mengerjakan soal-soal matematika kuncinya, anda harus banyak berlatih dan memahami rumusnya.

Berikut ini adalah kesalahan yang sering dilakukan para siswa dalam mengerjakan soal matematika:

1. Tidak Belajar dan Terlalu Percaya Diri:
Beberapa siswa sering merasa yakin dan sudah puas dengan latihan-latihan yang dilakukan sebelumnya, sehingga pada waktu mendekati ujian mereka tidak belajar sama sekali. Ini merupakan kesalahan yang sangat fatal yang sering dilakukan para siswa. Meskipun anda cerdas dan pandai, sebaiknya persiapkanlah diri anda sebaik mungkin.

2. Belajar Matematika dengan Menghafal dan Tanpa Latihan:
Salah jika anda belajar matematika tanpa latihan, karena sebenarnya banyak yang anda bisa temukan saat latihan. Jangan terlalu banyak membaca konsep karena tidak akan membuat anda mahir dalam mengerjakan soal-soal matematika. Porsi yang tepat adalah 20% untuk membaca konsep dan 80% untuk latihan. Ingat soal matematika bukanlah konsep semata, tetapi lebih banyak soal yang menggunakan rumus, logika, dan menyimpulkan sesuatu,

3. Terburu-buru:
Biasanya kesalahan ini dilakukan karena siswa ingin segera menyelesaikan soal matematika dan mendapatkan nilai yang maksimal. Namun karena terburu-buru banyak kesalahan-kesalahan sepele yang dilakukan. Misalnya ketika mengerjakan soal urain, ada yang salah, kemudian dihapus/di tipex, sambil menunggu kemudian mengerjakan soal yang lain. Karena terburu-buru, maka jawaban yang ingin diperbaiki menjadi kosong dan tidak jadi diperbaiki. Fatal bukan ?

4. Tidak Teliti:
Sayang benar jika anda bisa mengerjakan sebuah soal matematika dengan lengkap, tetapi anda merasa kecewa karena setelah anda keluar dari ruang ujian anda baru menyadari bahwa jawaban Anda salah pada baris terakhir saja. Anda sudah mengerjakan dengan susah payah, tetapi karena ketidaktelitian membuat jawaban anda salah. Misalnya: 1+(-10) menjadi 9, padahal hanya kurang tanda (-) saja, betapa itu sangat mengecewakan jika itu terjadi pada anda.

5. Tidak Memperhatikan Petunjuk Soal dan Lupa Menulis Identitas Diri:
Ketika anda mau mengerjakan soal-soal matematika, sebaiknya anda membaca terlebih dahulu petunjuk soalnya. Siapa tahu ada aturan atau petunjuk-petunjuk yang baru atau tidak seperti petunjuk sebelumnya. Misalnya skor setiap nomor, skornya 1 atau 4, jika salah -1 dan lain-lainnya.

6. Mengerjakan Tidak dengan Prioritas dan Tanpa Strategi:
Dalam mengerjakan soal matematika biasanya siswa cenderung mengerjakan dari nomor 1 dan tidak memperhatikan soal-soal yang lain. Akibatnya jika nomor 1 kebetulan soal yang sulit, maka pada bagian awal anda sudah membuat kesalahan. Selain itu anda akan cenderung emosi semisal anda tidak memperoleh jawabannya. Ada tipe pembuat soal yang seperti ini, yang digunakan untuk menguji psikologis siswa. Sebaiknya Anda hati-hati dalam menghadapi tipe-tipe soal yang sulit dan ditaruh di bagian awal soal.

Sebaiknya, anda lihat terlebih dahulu semua soal, jumlah halaman, lengkap atau tidak, prioritaskan soal-soal yang mudah menurut anda, baru kemudian mengerjakan soal-soal yang sulit. Setelah itu Anda hitung kemungkinan anda bisa mengerjakan berapa soal. Sudah tuntas belum ?

Saran kami dalam mengerjakan soal matematika sebaiknya, anda harus:
1. Percaya Diri
2. Mengerjakan dengan Strategi
3. Persiapkan diri dengan Banyak Berlatih

Selamat Belajar Matematika…

ITB Jawara Matematika Dunia

http://i.okezone.com/content/2011/05/24/373/460478/jAR664HBJ6.jpg
SUPERIOR QUANTUM - Tim mahasiswa Program Studi Matematika Institut Teknologi Bandung (ITB) memboyong belasan medali dalam Mathematical Contest in Modelling (MCM) 2011. Pada ajang pemodelan matematika internasional tersebut, tim ITB bersaing dengan 3.510 tim dari berbagai negara di dunia.

MCM adalah kompetisi yang menantang para peserta untuk menganalisa hingga menemukan masalah yang diajukan panitia lomba. Tahun ini, masalah tersebut tak hanya tekait erat dengan matematika, tetapi juga dengan bidang fisika. Tiap tim harus menyelesaikan analisis dan pemodelan tersebut selama lima hari.

Salah seorang anggota tim ITB, Novry Erwina, menjelaskan, mereka tak hanya membuat pemodelan matematika saja. "Proses terberat adalah memahami materi Fisika terkait masalah yang diberikan hingga pada akhirnya tercipta ide ingin membuat model seperti apa," kata mahasiswa angkatan 2007 itu seperti dikutip dari situs ITB, Selasa (24/5/2011).

Anggota tim lainnya, Miftakhul Falah, mengaku, salah satu hambatan yang mereka hadapi adalah sulitnya mengatur emosi. "Tuntutan lomba memberikan tekanan mental besar hingga bisa mengganggu pembuatan model jika tidak dikelola dengan baik," Falah mengimbuhkan.

Pada ajang tahunan yang dihelat oleh Asosiasi Matematikawan Amerika Serikat itu, ITB menurunkan enam tim yang kesemuanya meraih medali. Meritorius Award dalam modelling contest diraih oleh Angga M Fuady, Rizka Zakiah D, dan Pangeran Bottor H.

Kelima tim lainnya turut menyumbang medali, yakni tim Iqbal Hadyan K, Indra Pratama P, dan Iryanto meraih Honorable Mention. Predikat serupa juga diraih tiga tim lain yaitu yang beranggotakan Karunia Putra W, Rudy Kusdiantara, dan Dewi Handayani; tim Nandia Primasari, David Harison, dan A M Ridho; serta tim yang digawangi Yosafat Eka P, Novry Erwina, dan Aulia RM Fikri. Satu tim lain meraih Successful Participant, yakni tim dengan anggota Miftakhul Falah, Denny Ivanal H, dan Mario Saputra.

Salah seorang peraih Meritorius Award, Fuad, mengaku, prestasi tersebut menjadi pelecut optimisme ITB dalam ajang MCM berikutnya. Fuad berharap, tahun depan mahasiswa ITB dapat meraih Outstanding Award. "Saat ini peraih Outstanding Award masih didominasi oleh China dan Amerika Serikat," kata Fuad.

Predikat Meritorius Award juga disabet oleh tim dari perguruan tinggi di Amerika Serikat, China, dan Spanyol.

Geometri, Siapa yang Membutuhkan?

http://stat.k.kidsklik.com/data/photo/2011/05/23/1244256620X310.jpg
SUPERIOR QUANTUM - Ada satu pertanyaan klasik dari pelajar di seluruh dunia, "Kapan kita akan menggunakan geometri pada kehidupan sebenarnya?" Geometri, ilmu hebat di dunia, itu nyatanya berperan besar dalam keseharian manusia. Mau bukti?

Perlu, tentu saja. Bukti itu diperlukan agar saat datang waktunya, kita tak akan terkejut tentang betapa bergunanya Matematika dalam kegiatan sehari-hari. Sebelum adanya global positioning system (GPS), para pelaut menggunakan prinsip dasar geometri untuk menemukan lokasi dan menghitung jarak. Jika kenal dengan seorang pelaut, Anda akan tahu, bahwa geometri dijadikan trik-trik tua para pelaut, terlebih jika teknologi sedang rusak.

Tak hanya itu, banyak profesi lain menggunakan prinsip-prinsip dasar geometri seperti para teknisi mesin yang menggunakan geometri setiap hari untuk menghitung dan menyesuaikan sudut, misalnya sudut presisi untuk pesawat.

Para interior designer juga membutuhkan geometri, terutama karena banyak sudut dan area yang perlu dihitung ketika akan mendesain sebuah ruangan. Tukang ledeng juga begitu, khususnya saat air tidak dapat mengaliri dataran yang lebih tinggi, setidaknya tanpa sebuah pompa. Dengan geometri, ia dapat menghitung sudut yang tepat untuk memastikan air dapat mengalir dan menuntaskan masalah pekerjaannya ini.

Para insinyur, bahkan pekerja bangunan sekalipun, membutuhkan geometri dasar untuk mengaplikasikan pekerjaannya. Sebagai contoh, aturan sudut segitiga yang benar dapat digunakan untuk mendirikan sebuah pagar taman, meletakkan keramik, mengecat tembok dan sebagainya.

Masih mau tahu lebih banyak soal geometri?

PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN FILOSOFI KONSTRUKTIVISTIK


Hakikat Pembelajaran Matematika Menurut Teori Belajar Konstruktivisme

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa menurut teori belajar konstruktivisme, pengertahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.



Sehubungan dengan hal di atas, Tasker dalam Hamzah mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalahperan aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima.


Wheatley dalam Hamzah mendukung pendapat di atas dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstruktivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.

Kedua pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya. Bahkan secara spesifik Hudoyo (1990: 4) mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi matematika yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar matematika tersebut.

Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar konstruktivisme, Hanbury dalam Hamzah mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika, yaitu (1) siswa mengkonstruksi pengetahuan matematika dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki, (2) matematika menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti, (3) strategi siswa lebih bernilai, dan (4) siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.

Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler dalam Hamzah mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut: (1) memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, (2) memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru, (4) memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa, (5) mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan (6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.



Bagaimana Cara Mengajarkan Matematika Menurut Filosofi Konstruktivistik

Secara umum, pembelajaran berdasarkan teori belajar konstruktivisme meliputi empat tahap: (1) tahap persepsi (mengungkap konsepsi awal dan membangkitkan motivasi belajar siswa), (2) tahap eksplorasi, (3) tahap diskusi dan penjelasan konsep, dan (4) tahap pengembangan dan aplikasi konsep.


Sejalan dengan pandangan di atas, Tobin dan Timon dalam Hamzah mengatakan bahwa pembelajaran dengan teori belajar konstruktivisme meliputi empat kegiatan, antara lain (1) berkaitan dengan prior knowledge siswa, (2) mengandung kegiatan pengalaman nyata (experiences), (3) terjadi interaksi sosial (social interaction) dan (4) terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (sense making).


Petunjuk tentang proses pembelajaran dengan teori belajar konstruktivisme juga dikemukakan oleh Dahar dalam Hamzah, sebagai berikut: (1) siapkan benda-benda nyata untuk digunakan para siswa, (2) pilihlah pendekatan yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak, (3) perkenalkan kegiatan yang layak dan menarik serta beri kebebasan anak untuk menolak saran guru, (4) tekankan penciptaan pertanyaan dan masalah serta pemecahannya, (5) anjurkan para siswa untuk saling berinteraksi, (6) hindari istilah teknis dan tekankan berpikir, (7) anjurkan mereka berpikir dengan cara sendiri, dan (8) perkenalkan kembali materi dan kegiatan yang sama setelah beberapa tahun lamanya.


Beberapa uraian di atas dapat memberi pandangan kepada guru agar dalam menerapkan prinsip belajar konstruktivisme, benar-benar harus memperhatikan kondisi lingkungan bagi anak. Di samping itu, pengertian tentang kesiapan anak untuk belajar, juga tidak boleh diabaikan. Dengan kata lain, bahwa faktor lingkungan sebagai suatu sarana interaksi bagi anak, bukanlah satu-satunya yang perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh bagi guru.


Yager dalam Hamzah mengajukan pentahapan yang lebih lengkap dalam pembelajaran dengan teori belajar konstruktivisme. Hal ini dapat menjadi pedoman dalam pembelajaran secara umum, pembelajaran dalam Ilmu Pengetahuan Alam dan pembelajaran Matematika. Cakupan tersebut didasarkan pada tugas guru yang tidak mengajarkan mata pelajaran pendidikan agama dan olah raga merupakan guru kelas.


Tahap pertama, siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan dibahas. Bila perlu, guru memancing dengan pertanyaan problematis tentang fenomena yang sering dijumpai sehari-hari oleh siswa dan mengaitkannya dengan konsep yang akan dibahas. Selanjutnya, siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan dan mengillustrasikan pemahamannya tentang konsep tersebut.


Tahap kedua, siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterpretasian data dalam suatu kegiatan yang telah dirancang oleh guru. Secara keseluruhan pada tahap ini akan terpenuhi rasa keingintahuan siswa tentang fenomena dalam lingkungannya.


Tahap ketiga, siswa memikirkan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasi siswa, ditambah dengan penguatan guru. Selanjutnya, siswa membangun pemahaman baru tentang konsep yang sedang dipelajari.


Tahap keempat, guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik melalui kegiatan maupun melalui pemunculan masalah-masalah yang berkaitan dengan isu-isu dalam lingkungan siswa tersebut.



Contoh Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Teori Belajar Konstruktivisme

Berikut ini adalah contoh pembelajaran menentukan rata-rata hitung. Langkah-langkah pembelajarannya:

  1. Meminta siswa menuliskan 5 nilai matematika terakhir dalam bentuk tabel
  2. Siswa mengisi 5 gelas plastik dengan kelereng sesuai dengan nilai matematika yang mereka peroleh. Sebagai contoh:
  3. Pindahkan kelereng dari gelas yang satu ke gelas yang lain sehingga masing-masing gelas memiliki jumlah kelereng yang sama
  4. Pertanyaan untuk siswa:
  • Berapa banyak kelereng dalam masing-masing gelas?
  • Dari 5 nilai harian, rata-rata nilai harian matematikamu adalah jumlah kelereng yang ada di dalam gelas yang mempunyai jumlah yang sama.
  • Anggap guru kalian memberikan nilai harian terbaru dan nilaimu adalah 8. Berapa banyak kelereng yang ada dalam masing-masing gelas?
Dengan pendekatan seperti di atas, pada akhirnya anak dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui aktivitas yang dilakukan. Dengan kata lain, tanpa mereka diajar secara paksa, anak akan memahami sendiri apa yang mereka lakukan dan pelajari melalui pengalamannya.

Referensi

Hamzah. 2007. Pembelajaran Matematika dengan Teori Belajar Konstruktivisme diakses dari http://guru-beasiswa.blogspot.com/2007/12/pembelajaran-matematika-dengan-teori.html 25 Maret 2010 Hudoyo, H. 1990. Strategi Mengajar Belajar Matematika. Malang: IKIP Malang. Ruseffendi, E.T. 1988. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Dualitas Ungkapan Logika Matematika de Morgan


Augustus de Morgan merumuskan dualitas ungkapan logika matematika. Bukti dari dualitas ini sangat sederhana. Tetapi manfaat dari teorema dualitas ini sangat berguna. Kita dengan mudah dapat membuktikan kebenaran teorema dualitas ini dengan tabel kebenaran atau teori himpunan.

Paman APIQ memanfaatkan dualitas ungkapan ini untuk lebih memahami prinsip logika matematika.

~ (A and B) = ~A or ~B

~ (A or B) = ~A and ~B

Dengan dualitas di atas, kita dapat mengubah ungkapan “and” menjadi ungkapan “or”. Begitu pula sebaliknya.

Karena “and” dan “or” adalah dasar dari logika maka kita dapat mengubah bentuk ungkapan lain ke berbagai bentuk yang sesuai. Dalam perancangan sistem digital kita menggunakan K-map untuk mencari ungkapan yang paling sederhana.

Mari kita terapkan ke contoh.

P : Jika belajar maka pintar.

~P : (sudah) Belajar tetapi TIDAK pintar

~(~P): TIDAK (belajar tetapi TIDAK pintar)

= TIDAK belajar atau pintar.

Karena,

~(~P) = P

maka pernyataan terakhir di atas sama maknanya dengan pernyataan pertama.

Contoh di atas akan lebih jelas lagi bila kita menggunakan kosa kata negatif pada ungkapan implikasi.

Q : Jika TIDAK belajar maka bodoh
~Q : TIDAK Belajar tetapi TIDAK bodoh
~(~Q) : Belajar atau bodoh

Kita ringkas menjadi,

Jika TIDAK belajar maka bodoh = Belajar atau bodoh.

Bagaimana menurut Anda?

Kisah Hidup Penemu Rumus Matematika

http://www.kidnesia.com/var/gramedia/storage/images/media/images/leonhard-euler2/859905-1-ind-ID/Leonhard-Euler_medium.jpg
Leonhard Euler

Orang jenius ini dilahirkan dengan nama Leonhard Euler. Ia lahir tahun 1707 di Basel, Swiss. Dia diterima masuk Universitas Basel tahun 1720 ketika umurnya baru 13 tahun. Woowww.. hebattt!!!

Mula-mula Euler belajar teologi (ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan beragama), tetapi tak lama ia segera pindah ke mata pelajaran matematika.

Dia peroleh gelar sarjana dari Universitas Basel umur 17 tahun! Dan saat usianya 21 tahun, Euler sudah menerima undangan Catherine I dari Rusia untuk bergabung dalam Akademi Ilmu Pengetahuan di St. Petersburg.

Di umur 23 tahun, dia menjadi guru besar fisika dan matematika , dan saat usia 26 tahun Euler ditunjuk untuk menggantikan posisi ketua matematika yang tadinya diduduki oleh seorang matematikus masyhur Daniel Bernoulli. Hebatttt kaan...!!

http://www.kidnesia.com/var/gramedia/storage/images/media/images/leonhard-euler3/859917-1-ind-ID/Leonhard-Euler_medium.jpg
Leonhard Euler

Sayang, 2 tahun setelah itu, penglihatan matanya hilang sebelah. Tapi ia tak patah semangat. Euler terus bekerja dan berkarya menghasilkan artikel-artikel yang brilian.

Tahun 1741 Frederick Yang Agung dari Prusia membujuk Euler agar meninggalkan Rusia dan memintanya bergabung ke dalam Akademi Ilmu Pengetahuan di Berlin. Dia tinggal di Berlin selama dua puluh lima tahun dan kembali ke Rusia tahun 1766.

Tak lama kemudian, malang menimpanya. Kedua matanya tak bisa melihat lagi. Hebatnya, meski tak bisa melihat, Euler tetap bekerja melakukan penyelidikan dan berkarya. Euler memiliki kemampuan spektakuler dalam hal mental aritmatika.

Euler wafat pada tahun 1783 di St.Petersburg (sekarang bernama Leningrad) di usia 76 tahun. Meski begitu, Euler tetap saja terus mengeluarkan kertas kerja kelas tinggi di bidang matematika. Oya, sang penemu matematika ini sempat menikah dua kali dan punya tiga belas anak.

Indonesia Raih Emas dalam Kompetisi Matematika

http://www.kemdiknas.go.id/umbraco/ImageGen.ashx?image=/media/179029/kompetisi%20matematika.jpg&width=420&format=jpg

Mahasiswa Indonesia meraih medali emas di ajang International Mathematics Competition (IMC) XVII yang berlangsung di Blagoevrad, Bulgaria, 26-27 Juli 2010. Medali emas tersebut diraih Albert Gunawan (Universitas Gajah Mada Yogyakarta).

Dalam ajang itu, Indonesia juga meraih medali perak atas nama Made Tantrawan (Universitas Gajah Mada Yogyakarta), dan perunggu oleh Lois Mutiara (Universitas Indonesia), Harun Immanuel (Universitas Airlangga), serta Satria Stanza P. (Institut Teknologi Sepuluh Nopember). Adapun Yosafat EP Pangalelo (Institut Teknologi Bandung), meraih honorable mention.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Djoko Santoso mengatakan, "Beasiswa sampai S3 di Universitas manapun akan diberikan kepada peraih first prize (medali emas) dan S2 bagi peraih second prize, dan third prize," ujarnya saat menyambut delegasi Indonesia di terminal II D, Bandara Sukarno Hatta, Sabtu (31/7) malam.

Gunawan, peraih emas, menilai saingan terberat datang dari Rusia dan Ukraina. "Kesulitan kami adalah pelajarannya di atas standar pelajaran kuliah," ujarnya kepada reporter kemdiknas.go.id.

Keenam mahasiswa terbaik tersebut merupakan hasil seleksi yang sangat ketat di Olimpiade Nasional Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam bagi Perguruan Tinggi (ON MIPA-PT). Seleksi dilakukan sejak Februari sampai Maret lalu untuk tingkat perguruan tinggi. Lalu, seleksi tingkat regional/wilayah pada 6-7 April. Mereka yang lolos kemudian diseleksi di tingkat nasional.(kemdiknas.go.id)